Menyimpulkan catatan detikEdu, masyarakat Rohingya adalah penduduk Arakan yang diperintah oleh Raja Suleiman Shah pada tahun 1420. Sebelumnya, Raja Suleiman Shah merupakan pemimpin Buddhis yang dikenal dengan nama Narameikhla.
Namun, kekuasaan kerajaan itu beralih pada Raja Myanmar pada tahun 1784, dan pada tahun 1824, Arakan menjadi bagian dari koloni Inggris. Rohingya mengalami masa sulit selama masa penjajahan Inggris, yang kemudian berlanjut ketika Jepang menyerbu Burma atau Myanmar pada tahun 1942.
Setelah Myanmar memperoleh kemerdekaan pada tahun 1948, konflik muncul antara pemerintah dan Rohingya. Masyarakat Rohingya ditolak untuk menjadi warga negara Burma, dan mereka mengalami pengucilan yang signifikan.
Info Penerimaan Mahasiswa Baru
Karena tidak memiliki status kewarganegaraan di Myanmar dalam Undang-Undang Kewarganegaraan, etnis Rohingya menjadi populasi yang tidak memiliki status warga negara dan akhirnya menjadi korban berbagai tindakan brutal dari penduduk lokal. Mereka telah mengalami tindak pembunuhan, pemerkosaan, penyiksaan, dan ancaman lainnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, Rohingya telah meninggalkan Myanmar untuk menghindari konflik berskala besar yang dilakukan oleh pasukan keamanan. Mereka mengalami serangan kekerasan massal yang terjadi pada tanggal 25 Agustus 2017 di wilayah Rakhine.
Sebagai wilayah paling barat di Indonesia dan berbatasan langsung dengan Samudra Hindia, Aceh merupakan tempat pertama di mana para pengungsi Rohingya tiba. Keberadaan akar budaya yang kuat dan nilai-nilai Islam yang mendalam di Aceh membuat para pengungsi Rohingya merasa lebih diterima karena adanya kesamaan agama dan budaya dengan penduduk setempat. Pada tahun 2015, tercatat sekitar 319 orang pengungsi Rohingya tinggal di Aceh, yang kemudian bertambah menjadi 75 orang pada tahun berikutnya. Banyak dari mereka yang kemudian melanjutkan perjalanan menuju wilayah Malaysia atau melanjutkan eksodus mereka hingga ke Medan.
Info Penerimaan Mahasiswa Baru
Lalu bagaimana sikap Indonesia atas pengungsi Rohingya yang datang? Indonesia sendiri belum meratifikasi konvensi pengungsi 1951 dan protokol 1967 alasan yang pertama adalah faktor ekonomi. Ekonomi adalah suatu aspek yang paling penting untuk keberlangsungan dan kemajuan suatu negara, Indonesia sebagai negara yang masih memiliki status sebagai negara berkembang, tentu nya perekonomian yang ada di Indonesia juga belum sebesar dan sebaik negara-negara maju yang ada di Eropa. Persoalan-persoalan domestik yang ada di dalam Indonesia sendiri masih sangat banyak dan kompleks, angka kemiskinan serta pengangguran yang masih banyak mewarnai daftar persoalan domestik Indonesia yang hingga saat ini masih belum bisa diatasi dengan tuntas.
Kedua adalah faktor keamanan ini tidak kalah penting untuk menjadi pertimbangan oleh pemerintah Indonesia. Sebagai sebuah negara menjamin keamanan di dalam negeri nya sendiri adalah sebuah tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh negara kepada penduduk nya, karena dengan terjaminnya keamanan suatu negara akan menciptakan sebuah kondisi yang nyaman dan tenang, menjalani aktivitas dan rutinitas dengan keadaan yang tenang dan dapat secara optimal.
Ketiga adalah faktor konteks Internasional juga menjadi salah satu hambatan dan alasan pemerintah Indonesia belum meratifikasi konvensi pengungsi 1951 dan protokol 1967 dan menjadi negara pihak dari konvensi tersebut. Dengan kita berkaca kepada negara – negara yang ada di Eropa, pada saat ini Eropa lah yang menjadi harapan terbesar para pengungsi yang melarikan diri dari negara nya dan rela mengambil resiko bertaruh nyawa menyeberangi lautan demi agar mereka sampai ke tanah Eropa yang mereka impikan. Mereka para pengungsi yang rela menyeberangi lautan demi mencapai daratan Eropa memiliki harapan dan impian yang besar akan kehidupan yang layak, kehidupan yang aman dan kehidupan yang sejahtera, kehidupan yang jauh lebih baik dari negara tempat mereka tinggal dan bahkan sebelum terjadi nya perang dan konflik di negara mereka. Berangkat dari pengetahuan mereka bahwasanya negara – negara di Eropa mayoritas adalah negara – negara yang meratifikasi konvensi tentang pengungsi 1951 dan protokol 1967 atau sebagai negara pihak konvensi pengungsi, maka mereka para pengungsi membulatkan tekadnya untuk mengungsi ke Eropa untuk mendapatkan kesejahteraan dan jaminan keamanan.
Info Penerimaan Mahasiswa Baru
Faktor lainnya yang menjadi pertimbangan Indonesia dengan banyaknya pengungsi di Indonesia juga membuat magnet yang kuat kepada para pelaku tindakan-tindakan penyelundupan manusia yang akan melakukan tindak kejahatan nya tersebut kepada para pengungsi, dengan memanfaatkan kondisi yang ada, oknum – oknum dari jaringan penyelundup manusia tersebut bisa menjalankan aksi nya. Hal tersebut tentu nya juga sangat mengkhawatirkan dan menjadi ancaman bagi keamanan nasional Indonesia. Selain penyelundupan manusia, kondisi banyak nya pengungsi yang ada di Indonesia juga dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan ingin merusak generasi muda dengan menyelundupkan narkoba melalui para pengungsi yang datang ke Indonesia, hal tersebut tentunya mereka anggap efektif, karena mereka para pengungsi tidak akan dicurigai sebagai kurir narkoba.
Gesekan sosial yang tercipta dari ada nya pengungsi di Indonesia juga menjadi salah satu alasan pemerintah Indonesia hingga saat ini belum meratifikasi konvensi pengungsi 1951 dan protokol 1967. Kehidupan pengungsi di Indonesia yang dijamin dan ditanggung oleh UNHCR dan IOM tentunya menimbulkan kecemburuan sosial bagi masyarakat lokal yang kurang mampu dalam hal ekonomi.
Pemerintah Indonesia tentunya ingin bisa ikut serta dalam menangani permasalahan pengungsi atas rasa kemanusiaan yang ada pada saat ini, hal tersebut sudah disampaikan Presiden Jokowi pada Jumat 8 Desember 2023 beliau mengatakan “Bantuan kemanusiaan sementara kepada pengungsi akan diberikan, dengan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat lokal” namun bukan berarti pemerintah Indonesia harus meratifikasi konvensi pengungsi 1951 dan protokol 1967 dan menjadi negara pihak, karena pemerintah Indonesia memiliki alasan-alasan yang tepat dalam menyikapi permasalahan pengungsi tersebut, sehingga memilih untuk belum meratifikasi konvensi pengungsi 1951 dan Protokol 1967 tentang pengungsi. Dari banyaknya pertimbangan serta permasalahan yang ada, maka pemerintah Indonesia menganggap konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang pengungsi sudah tidak lagi relevan pada saat ini. Moriz-doc