Vibe Coding merepresentasikan paradigma baru dalam pemrograman yang menggunakan bahasa alami sebagai input utama untuk menghasilkan kode fungsional, menghilangkan kebutuhan untuk menulis baris kode secara manual dalam bahasa seperti HTML, CSS, atau JavaScript. Konsep ini muncul berkat kemajuan pesat dalam Natural Language Processing (NLP) dan Large Language Models (LLM) seperti ChatGPT dan GitHub Copilot.
Model-model canggih ini berfungsi sebagai penerjemah, mengubah instruksi manusia menjadi kode yang valid, sehingga mendemokratisasi coding—memungkinkan bahkan individu non-programmer untuk membangun solusi digital. Studi menunjukkan bahwa Vibe Coding (melalui program synthesis LLM) dapat mengurangi waktu pengembangan hingga 60% dan meningkatkan partisipasi pemula.
Meskipun menawarkan efisiensi tinggi, terutama untuk prototyping cepat, Vibe Coding menghadapi tantangan signifikan terkait ambiguitas bahasa alami dan perlunya klarifikasi prompt yang spesifik. Oleh karena itu, peran developer sebagai pengawas tetap penting untuk memastikan fungsionalitas, keamanan, dan explainability (kemampuan menjelaskan) kode, terutama pada proyek kompleks.
Vibe Coding diprediksi tidak akan sepenuhnya menggantikan pemrograman tradisional, tetapi akan bertindak sebagai lapisan baru yang mempermudah, mempercepat, dan memperluas akses ke pengembangan perangkat lunak, mengubah coding menjadi aktivitas yang lebih kreatif dan inklusif.
Di tengah pesatnya kemajuan kecerdasan buatan (AI), miliarder muda sekaligus pendiri Scale AI, Alexandr Wang, mendorong para remaja untuk mendedikasikan waktu mereka pada “vibe coding”. Istilah yang merujuk pada pengembangan perangkat lunak menggunakan perintah bahasa alami kepada AI ini dianggap sebagai kunci untuk meraih keuntungan besar di era teknologi masa depan. Namun, di Indonesia, gagasan untuk mengintegrasikan AI dan coding ke dalam kurikulum pendidikan nasional justru menuai perdebatan sengit, dengan pakar dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menyuarakan keprihatinan mendalam terkait potensi eksklusivitas dan kesenjangan pendidikan.
Alexandr Wang, yang di usianya ke-28 telah mengumpulkan kekayaan miliaran dolar, membagikan pandangannya dalam podcast “TBPN”. Ia menekankan bahwa saat ini adalah momen krusial yang serupa dengan awal ledakan teknologi yang dimanfaatkan oleh para pionir seperti Bill Gates. Menurutnya, remaja yang menginvestasikan sekitar 10.000 jam untuk “bermain” dan menguasai alat-alat AI coding akan memiliki keunggulan yang tak tertandingi.
“Momen itu sedang terjadi sekarang, dan jika kamu, misalnya, berusia 13 tahun, kamu sebaiknya menghabiskan seluruh waktumu untuk vibe coding. Itulah cara kamu seharusnya menjalani hidupmu,” ujar Wang.
“Vibe coding,” atau yang juga dikenal sebagai AI coding, memungkinkan seseorang, bahkan tanpa latar belakang teknis yang kuat, untuk membuat kode atau mengembangkan aplikasi hanya dengan memberikan instruksi berbasis teks. Platform seperti Replit dan Cursor telah memfasilitasi pendekatan ini, di mana peran manusia bergeser dari penulis kode baris demi baris menjadi seorang pemandu yang mengarahkan, menguji, dan menyempurnakan hasil kerja AI. Wang bahkan meyakini bahwa dalam lima tahun ke depan, AI akan mampu menulis kode yang setara dengan kemampuan programmer papan atas.
Gagasan revolusioner ini sejalan dengan rencana pemerintah Indonesia melalui Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Prof. Abdul Mu’ti, yang berencana memperkenalkan mata pelajaran pilihan Artificial Intelligence (AI) dan coding bagi siswa. Namun, rencana yang terdengar visioner ini mendapat sorotan tajam dari kalangan akademisi.
Iradat Wirid, seorang peneliti isu masyarakat digital dari Center for Digital Society (CfDS) Fisipol UGM, menilai bahwa inisiatif tersebut menarik untuk membuka ruang eksplorasi bagi anak-anak. Namun, ia secara tegas menentang kebijakan yang hanya akan menerapkan mata pelajaran ini di sekolah-sekolah terpilih yang dianggap siap. Menurutnya, langkah tersebut justru akan menciptakan eksklusivitas dalam dunia pendidikan dan memperlebar jurang ketidaksetaraan.
“Eksklusivitas pembelajaran itu tidak pernah bagus. Kalau nanti hanya memilih di sekolah yang bagus, itu berarti cherry picking (pembenaran sepihak),” tegas Iradat. “Tidak perlu ambisius dan buru-buru karena ini semua harus disiapkan secara totalitas.”
Iradat juga mempertanyakan kesiapan pemerintah dalam menyediakan sarana dan prasarana yang memadai bagi guru dan murid di seluruh negeri. Alih-alih program eksklusif, ia mengusulkan agar pemerintah fokus pada program yang lebih inklusif dan merata. Salah satu solusinya adalah dengan mewajibkan guru-guru muda untuk mengajarkan logika matematika dan komputasi secara nasional, dengan penekanan pada konsep-konsep dasar, sambil terus meningkatkan pengetahuan mereka tentang berbagai tools pembuatan coding.
Lebih lanjut, Iradat menekankan pentingnya keseimbangan antara kemajuan dalam bidang Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika (STEM) dengan ilmu-ilmu sosial. Kolaborasi antardisiplin ilmu ini diharapkan dapat melahirkan generasi yang tidak hanya melek teknologi, tetapi juga peka terhadap isu-isu sosial di sekitarnya.
Contoh vibe coding di buat di gemini AI https://gemini.google.com
Langkah 1: Jelaskan apa yang ingin Anda bangun dalam perintah Anda
Contoh perintah: “Buat aplikasi ‘generator nama startup’. Aplikasi ini memerlukan kotak teks tempat saya dapat memasukkan industri, dan sebuah tombol. Saat saya mengklik tombol, daftar 10 nama kreatif akan ditampilkan.” Aplikasi ini dijalankan untuk php versi 8.4
Langkah 2: Menyempurnakan aplikasi
Contoh perintah: “selanjutnya, Buat latar belakang berwarna abu-abu gelap dan gunakan warna hijau cerah untuk judul dan tombol agar terlihat ‘teknis’.” Buat untuk css
Langkah 3: Men-deploy ke Cloud Run untuk dibagikan
Anda dapat men-deploy aplikasi ke web setelah puas dengan hasilnya ke VPS atau hoting
Debat antara visi global yang diusung oleh praktisi teknologi seperti Alexandr Wang dan realitas tantangan implementasi di tingkat nasional seperti di Indonesia ini menyoroti sebuah dilema krusial. Di satu sisi, ada urgensi untuk mempersiapkan generasi muda menghadapi masa depan yang didominasi oleh AI. Di sisi lain, ada tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa kemajuan teknologi tidak meninggalkan siapa pun dan tidak menciptakan kasta baru dalam sistem pendidikan. Bagaimana Indonesia menavigasi persimpangan ini akan menentukan kesiapan generasi mendatangnya dalam panggung global.
Kesimpulannya:
- Definisi Vibe Coding:Vibe Coding adalah paradigma pemrograman baru yang menggunakan perintah bahasa sehari-hari (bahasa alami) untuk menghasilkan kode secara otomatis, didukung oleh kemajuan kecerdasan buatan (AI) seperti LLM. Tujuannya adalah untuk mendemokratisasi dan mempercepat pengembangan perangkat lunak.
- Peran Programmer Tidak Hilang, Tetapi Berubah:Meskipun sangat efisien, Vibe Coding tidak akan sepenuhnya menggantikan programmer. Peran mereka akan bergeser dari penulis kode baris demi baris menjadi pengawas atau pemandu yang mengarahkan AI, memastikan fungsionalitas, keamanan, dan mengatasi ambiguitas yang tidak bisa ditangani oleh mesin.
- Visi Global vs. Realitas Nasional:Artikel ini menyoroti dua perspektif yang kontras. Di satu sisi, tokoh teknologi global seperti Alexandr Wang mendorong generasi muda untuk segera menguasai Vibe Coding agar bisa kompetitif di masa depan. Di sisi lain, ada tantangan implementasi di tingkat nasional seperti di Indonesia.
- Debat Pendidikan di Indonesia:Rencana pemerintah Indonesia untuk mengajarkan AI dan coding di sekolah menuai kritik dari akademisi UGM. Kekhawatiran utamanya adalah jika kebijakan ini hanya diterapkan di sekolah-sekolah tertentu, hal itu justru akan menciptakan eksklusivitas dan memperlebar kesenjangan pendidikan di dalam negeri.
Sumber :
https://www.anakbisa.com/vibe-coding-masa-depan-ngoding-bersama-ai/
https://cloud.google.com/discover/what-is-vibe-coding?hl=id
https://www.northcoders.com/app/uploads/2025/06/vibe-coding-vs-real-coding-comparison-table-1.png
https://cdn.thinksys.com/vibe_coding_tool_stack_d36ff60e87.jpg
https://www.wangsit.id/wp-content/uploads/2025/04/vibe-coding-2-67f63eac5c6d7.webp